Rabu, 25 November 2009

Raja-Raja Manusia

Raja-raja bangsa manusia dengan segala macam sebutannya pada hakekatnya adalah sama yaitu para pemimpin. Mereka terlahir sebagai pemimpin bangsa manusa dengan berbagai macam cara seperti : faktor utusan Tuhan, keturunan, kekuatan, karismatik, kewibawaan, kesaktiankepercayaaan, prestasi, dan  pilihan. Akan tetapi para pemimpin bangsa manusia itu  memiliki tugas dan tujuan yang sama yaitu membawa bangsa manusia yang dipimpinnya ke arah yang lebih lurus, benar, maju, dan sejahtera. Dengan kepercayaan, keyakinan, dan pemilihan yang oleh bangsa-bangsa manusia di dunia berikan kepada mereka, maka para pemimpin bangsa manusia memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat berat. Mereka harus bekerja keras sekuat tenaga dan pikiran untuk mewujudkan keinginan dan cita-cita bangsa manusia yang telah disepakati bersama sebelumnya. Para pemimpin bangsa manusia tersebut harus mampu mewujudkan apa yang menjadi kehendak atau telah direncanakan/ dirumuskan bersama dengan bangsa manusia yang dipimpinnya. Jadi, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan tugas yang melekat pada para pemimpin bangsa manusia tersebut. Selama ribuan bahkan ratusan tahun yang lalu, tugas dan tujuan utama seorang pemimpin pada hakekatnya adalah sama yaitu terpenuhinya rasa keadilan dan kesejahteraan hidup yang layak bagi bangsa manusia tersebut. Keadilan dan kesejahteraan yang merata bagi semua bangsa manusia itulah urutan pertama dari tugas dan tujuan para pemimpin bangsa manusia yang harus segera mereka wujudkan disamping tujuan-tujuan yang lain.





Kebebasan


Kebebasan adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh setiap manusia di dunia ini. Dengan kebebasan yang mereka miliki, maka "sesuatu" yang tersembunyidan terdapat di dalam budi, daya, dan karsa dari seseorang akan dengan leluasa dapat tersalurkan.
Mengingat kebebasan  dalam sejarah bangsa manusia mengalami suatu proses yang sangat berat dalam perjuangannya. Kebebasan dalam sejarahnya mengalami "belenggu" yang sangat lama dan panjang. Betapa tidak, kebebasan yang seharusnya menjadi milik manusia sejak terlahir ke dunia ini, seakan-akan diikat oleh rantai besi yang sangat kuat pada jaman itu hingga pada akhirnya sampai terjadinya "kematian"  terhadap budi, daya, dan karsa mereka. Mereka menjadi manusia-manusia terbelakang, bodoh, dan sangat menggantungkan pada mereka yang memiliki kekuatan untuk merampas kebebasannya.
Mengingat sejarah panjang dari arti "kebebasan" tersebut maka bangsa-bangsa di dunia mulai memberikan urutan yang pertama dalam segala "bentuk ikatan" pada sesama bangsa manusia. Agar kebebasan yang telah mereka miliki tidak lagi terampas atau diserahkan pada pihak-pihak yang menginginkan kembalinya belenggu pada kebebasan tersebut.
Akan tetapi, mereka yang menginginkan kembali terbelenggunya kebebasan bangsa manusia mulai mencari cara-cara baru yang tersembunyi agar niat jahatnya tersebut tidak disadari oleh bangsa manusia yang telah bebas dengan dalih mereka juga pejuang kebebasan itu sendiri.
 

Orang-Orang Suci


Orang-orang suci (The holyman), adalah orang yang sengaja terlahir dan memiliki takdir sebagai orang khusus dan berbeda dengan orang biasa kebanyakan. Mereka pada hakekatnya adalah manusia yang terutus untuk membawa, mengajak, dan meluruskan manusia-manusia yang membutuhkan petunjuk tentang kebenaran.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa sejarah telah menuliskan kehadiran orang-orang suci seperti itu. Mereka hadir di tengah-tengah kehidupan manusia untuk memberikan pedoman hidup dan hakekat kebenaran akan adanya Yang Maha Kuasa sebagai satu-satunya yang harus disembah.
Perjuangan orang-orang suci tersebut yang terlahir sebagai juru selamat manusia sangatlah berat. Betapa tidak, mereka berhadapan langsung dengan manusia-manusia yang dulunya "tidak percaya" hingga menjadi manusia yang "percaya" . Tidaklah mudah perjuangan mereka dalam menyampaikan hakekat kebenaran kepada mereka. Terbukti dalam sejarah manusia, mereka mendapat tantangan yang begitu berat hingga ada yang sampai terbunuh dan di bunuh oleh manusia-manusia yang tak percaya akan misi yang mereka bawa itu.
Ketidakpercayaan manusia-manusia tersebut terhadap misi kebenaran yang dibawa oleh orang-orang suci tersebut berlatarbelakang faktor: adat-tradisi budaya nenek moyang manusia , kebencian, kepentingan, kekuasaan, dan "pengakuan diri sebagai Tuhan".

Dengan penuh kesabaran orang-orang suci tersebut menuntun dan memberi petunjuk bagi manusia-manusia yang memperoleh pecerahan/ hidayah tentang kebenaran asasi akan penghambaan diri mereka terhadap "Yang Maha Kuasa" saja. Mereka yang telah memperoleh pencerahan/ hidayah akan berjalan lurus dalam kehidupannya karena telah memperoleh pedoman hidup yang disampaikan oleh orang-orang suci yang mereka ikuti.
Dilain pihak, orang-orang suci bersama para pengikutnya tersebut harus berjuang keras dalam  melawan manusia-manusia yang "tak percaya = kafir" dengan nyawa sebagai taruhannya. Mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya demi mempertahankan eksistensi "petunjuk kebenaran" yang telah mereka peroleh tersebut.

Sabtu, 21 November 2009

Penaklukan Bangsa


Dalam kaca mata sejarah bangsa-bangsa yang ada di dunia ini tidak akan pernah terlepas dari "ambisi besar" untuk tujuan penaklukan bangsa lain (conquer). Sejak jaman batu hingga jaman millinium seperti ini, usaha untuk menaklukan bangsa lain akan selalu terbesit di benak bangsa-bangsa yang merasa memiliki kekuatan (power)

Usaha penaklukan bangsa lain yang dianggap lemah-pun bentuknya berbeda-beda sesuai dengan perkembangan jaman dan iptek (peradaban bangsa). Dari bentuk konvensional seperti peperangan, penjajahan, dan perbudakan  hingga dalam bentuk modern seperti embargo, sanksi ekonomi, pemutusan bantuan finansial, isolasi politik hubungan internasional, intervensi, spionase, terorisme, pencaplokan wilayah (claim), dan perbudakan modern.


Walaupun tak serupa bentuknya, tapi hakekatnya tetap sama yaitu adanya usaha untuk melemahkan bangsa lain hingga ujungnya pada usaha penaklukan bangsa. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa untuk mempertahankan "kepentingan" suatu bangsa agar tetap eksis sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat segala cara pasti akan ditempuh.

Agar bangsanya stabil, aman, kuat, dan disegani  oleh bangsa lain maka setiap bangsa yang merdeka dan berdaulat harus lebih mengutamakan  kekuatan pertahanan dan persenjataannya kalau mereka tak mau diremehkan oleh bangsa lain yang lebih kuat dan berambisi besar untuk menaklukan bangsa yang lemah.

Bangsa Manusia VS Bangsa Setan


Sejak dari dulu hingga sekarang kisah antara Bangsa Manusia yang selalu berseteru dengan Bangsa Setan menjadi topik bahasan yang menarik. Betapa tidak, perseteruan diantara mereka terasa tak akan pernah selesai hingga akhir jaman nanti. Secara "implisit" perseteruan tersebut hanya menegakkan eksistensi dari "kejahatan dan kebaikan".
Bangsa Setan yang dianalogikan sebagai bentuk sisi kejahatan yang sifatnya selalu tersembunyi dan bertabir (im-materi)  sesuai dengan unsur pembentuknya yang berasal dari api (panas) dan bersifat ghaib (gelap).

Sedangkan Bangsa Manusia dapat dianalogikan sebagai bentuk sisi kebaikan yang sifatnya selalu nampak (materi) sesuai dengan unsur pembentuknya yang berasal dari tanah/lumpur (dingin, lembab) dan sifatnya selalu nyata (terang).

Kedua sisi tersebut selalu bersebrangan dalam memperjuangkan kepentingannya. Bangsa Setan selalu mengajak dan membujuk Bangsa Manusia untuk selalu berbuat "jahat dan dosa". Sedangkan Bangsa Manusia berusaha menentang bujuk rayu dan godaan dari Bangsa Setan tersebut dengan perbuatan yang "baik dan pahala".
Perseteruan tersebut dalam kenyataannya tidaklah seimbang, sebab Bangsa Setan hanya hanya memiliki satu potensi pada tindakan kejahatan dan tidak mempunyai potensi untuk bertindak baik. Sedangkan Bangsa Manusia memiliki dua potensi tersebut.
Bangsa Manusia secara fitrah (suci) cenderung mengajak dirinya untuk berpotensi pada kebaikan, akan tetapi secara lahiriah mereka cenderung terbawa pada potensi kejahatan seperti yang dimiliki oleh Bangsa Setan. Terlebih lagi Bangsa Manusia tak akan bisa (mustahil) untuk dapat mempengaruhi atau mengajak setan untuk berbuat kebaikan. jadi tidak seimbang perseteruan antara mereka secara turun- temurun itu.